Minggu, 19 Oktober 2014

KEMBANG LAMPIR



Kembang Lampir atau biasa disebut Mbang Lampir ini merupakan obyek wisata yang digunakan untuk bertapa, dengan maksud berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dikabulkan segala permintaannya.

Kembang Lampir terletak di Dusun Blimbing, Kelurahan Giri Sekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Mbang Lampir ini diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono pada tahun 1976. Di pertapaan Mbang Lampir ini terdapat bagian tanah yang dipagar oleh kayu yang merupakan petilasan untuk bertapa. Kayu tersebut dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono ke IX sejak tahun 1982 dan sampai sekarang belum ada renovasi lebih lanjut dari kesultanan. Mbang Lampir ini berada diatas bukit, jika ingin melakukan pertapaan di Mbang Lampir ini, harus menaiki tangga hingga sampai di joglo pertaapaan depan petilasan Ki Ageng Pemanahan tersebut. Pada saat  menaiki tangga, dapat menjumpai dua joglo peristirahatan untuk bertapa yang berada di sebelah kanan dan kiri tangga. 

Pada masa kerajaan Pajang pada kurang lebih tahun 1546-1587 raja Pajang yaitu Sultan Hadi Wijaya mengutus ki Ageng Pemanahan dan Panjawi untuk dapat menumpak serta mengalahkan Ario Panangsang dari Jipang, dari babad tanah JAwi. Setelah mereka dapat mengalahkan Ario Panangsang, sebagai hadiahnya Ki Ageng Pemanahan mendapat bagian tanah (tlatah) yang masih berupa hutan, dan Ki Ageng Panjawi mendapat bagian tanah yang sudah ramai yaitu Pati. Menurut buku Babad Tanah Jawi, pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya tidak lepas dari tokoh seorang Wali Allah yang dikeramatkan, yaitu Sunan Kali jaga (RM.Said). Sunan Kali Jaga sebagai sesepuh atau sebagai penasehat yang setiap saat tempat untuk meminta pertimbangan akan segala bentuk persoalan dari Sultan maupun kerabat Kerajaan.

Di kala janji dan sabda dari seorang Sultan atau Raja yang akan memberikan hadiah kepada Ki Ageng Pemanahan, adanya selalu tertunda dan Sultan pun selalu mencari-cari dalih dikarenakan Sultan Hadiwijaya mengetahui ramalan dari Sunan Kali Jaga, Pada saat itu Sunan sedang berdakwah (Si’ar) Agama ke wilayah selatan tlatah Pajang. Bahwasanya hutan ini (Hutan Mentaok) nantinya akan ada Kerjaan besar, serta Rajanya yang menurunkan Raja-Raja atau pemimpin Nusantara.Untuk itu Sultan Hadi wijaya dengan dalihnya selalu menunda-nunda pemberian hadiah kepada Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Pemanahan merasa kecewa atas janji dan perlakuan Sultan Hadi Wijaya kepada dirinya. Untuk itu Ki Ageng Pemanahan memutuskan untuk pergi dan meninggalkan kota Raja Pajang untuk bertafaqur / bersemedi / bertapa/ berdoa/ meminta kepada Tuhan agar apa yang dicita-citakan dikabulkan dan mendapat izin serta barokah. Pergilah Ki Ageng Pemanahan ke arah Pegunungan Seribu (Gunung Kidul) disertai kerabat dan sahabatnya, yaitu Ki Ageng Juru Mertani dan Ki Ageng Butuh. Sampailah ketiga bersaudara ini di suatu bukit kecil bebatuan dan di situ yang disebut bukit atau Gunung Kidul. Dahulu pada daerah gunung kidul ini ada pohon besar yang tumbuh yang dinamakan pohon wegik. Kemudian pada suatu saat di pertapaan mbang lampir ini tumbuhlah pohon yang merupakan patahan kayu dari pohon wegik tersebut. Lalu pada ranting yang paling atas ditemukan Mahkuto Rojo atau dalam yang disebut Mahkota Raja, yang terbuat dari tanah liat yang biasanya dipakai oleh raja-raja besar. Pada saat itulah dinamakan kembang semampir, atau biasa disebut kembang lampir.

Diatas petilasan terdapat sebuah rumah untuk tempat menyimpan pusaka-pusaka. Namun rumah tersebut tidak dibuka untuk umum, namun melainkan hanya untuk orang-orang abdi dalem dan Sri Sultan Hamengkubuwono saja. Hal tersebut dikarenakan untuk menjaga keaslian pusaka tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar